Sepulang kerja saya mampir sebentar di Indomaret untuk membeli sabun mandi yang kebetulan sudah habis. Ketika berkeliling di rak snack, saya melihat ada kemasan yang menarik, simple dan berbeda bila dibandingkan yang lainnya. Setelah saya dekati ternyata isinya kuaci, hahaha. Menarik juga ya, kuaci biji bunga matahari yang dikeringkan biasanya dikemas dengan warna-warna mencolok seperti kemasan makanan ringan pada umumnya namun kuaci ini dikemas dengan kertas daur ulang warna coklat dan hanya menggunakan 1 warna saja, yaitu merah. Akhirnya saya beli kuaci tersebut karena saat ini saya sedang ada "self project" mendesain kemasan makanan sehingga kemasan kuaci ini bisa dijadikan salah satu referensi.
Beberapa hari kuaci ini sempat terbengkalai sampai suatu ketika teman sekontrakan saya bertanya, "Ini kuaci kan ya? Enak nih, aku buka ya?" Yaahh, padahal mau saya foto terlebih dahulu untuk mendokumentasikannya namun tak apalah, toh juga kalau dibuka dengan rapi desain kemasannya masih bisa dilihat utuh.
Ketika kami berdua menikmati kuaci itu, saya mulai meneliti detail kemasannya. Mulai dari tata letak, ilustrasi yang disajikan, potongan - potongan kertas, dan akhirnya terdiam pada kalimat "Importir PT XXX". Whaattt, biji bunga matahari a.k.a kuaci saja Indonesia import!!! Apakah bunga matahari tidak bisa tumbuh subur di negara ini? Apakah insinyur pertanian Indonesia tidak bisa membuat bibit unggul kuaci sehingga kuaci yang dihasilkan sama atau bahkan lebih besar daripada kuaci import ini?
Sepertinya saat ini Indonesia sedang latah import, apapun import. Daging sapi, beras, garam, kedelai, bahkan sekarang kuaci. Kuaci, makanan favorit Hamtaro diimport dari Mongolia. SPECHLESS
No comments:
Post a Comment