Akankah Anda mengambil kuliah S-2 sambil bekerja? Bagaimana dengan karyawan yang tidak disiplin tetapi sangat mampu berjualan itu, dibiarkan atau dikeluarkan? Pacar tidak disetujui orang tua, tetapi Anda merasa cocok, terus atau putus? Akankah Anda pindah kerja akhir tahun ini, mau pindah ke perusahaan mana? Buka toko jualan jilbab, akan lakukah? Ditawari teman ikut join bikin hotel kecil, ikut atau tidak ya?
Keputusan yang kita ambil akan memengaruhi hidup kita di masa depan, sudahkah kita memilih dengan cara yang baik? Tentu pilihan seperti mau es krim rasa apa, mau makan siang di mana, pesta nanti pakai baju apa, tidak butuh proses yang besar. Secara intuisi sederhana, oke. Namun, segala keputusan yang membutuhkan lebih dari 10 menit untuk memutuskannya, perlu sebuah proses yang kuat, untuk menjamin hasil keputusan yang terbaik dari pilihan yang ada.
Ada empat problem dalam pengambilan keputusan. Pertama, pilihan sedikit atau hanya satu. Misalkan, saya sebaiknya mengambil kuliah S-2 atau tidak? Kedua, bias konfirmasi atau kecenderungan untuk memandang data yang menguatkan pilihan kita dan tidak bisa benar-benar objektif dalam mengamati data yang ada. Kalau mau buka bisnis hotel, Anda akan selalu melihat keramaian dan sisi positif dari hotel saja, tanpa mengindahkan risiko dan kemungkinan gagalnya. Ketiga, emosi sesaat. Emosi membuat kita memutuskan hal yang kemudian kita sesalkan. Ketika dirundung asmara, men-tatoo bahu kita dengan nama pacar, eh ternyata sebulan putus. Memperbaiki rumah sering membuat kita melebihi bujet karena emosi sesaat ketika memilih barang. Keempat, terlalu percaya diri. Kita terlalu percaya diri sehingga sepertinya pilihan kita pasti benar. Percaya diri yang berlebihan membuat kita yakin tidak akan lupa login dan password kita saat membuat akun di Facebook, eh, ternyata seminggu kemudian lupa sama sekali. Dalam mengambil keputusan besar pun kita sering terlalu yakin diri.
Lalu, apa yang harus kita lakukan agar lebih jernih mengambil keputusan? Buku ini membahas empat fase besar yang perlu diperhatikan, dilengkapi dengan berbagai metode untuk mempraktikkan dan menjabarkannya. Empat fase ini merupakan proses yang sangat jelas dan harus kita yakini proses ini akan menjadikan kita pengambil keputusan yang lebih baik.
Pertama: Perbanyak pilihan Anda. Jangan terlalu fokus pada satu pilihan saja. Pilihlah beberapa jalur untuk mencapai satu keputusan, bandingkan satu solusi dengan solusi lainnya. Hal ini akan membuat kita lebih terbuka. Mengambil S-2 atau tidak, bisa kita ganti dengan mengambil keterampilan khusus tanpa perlu ijazah hidup di luar negeri selama dua tahun sambil bekerja bekerja di institusi pendidikan supaya bisa belajar tanpa harus bayar, dan seterusnya.
Bila pilihan Anda untuk mengambil S-2 dianggap tidak ada maka apa pilihan Anda yang lain. Dengan menganggap tidak boleh memilih pilihan utama kita, kita mulai melihat pilihan dan kemungkinan lain. Ini membuat kita lebih mau berpikir di luar kotak kebiasaan kita. Carilah orang yang pernah mengambil keputusan atau menyelesaikan persoalan yang sama dengan yang Anda hadapi sekarang. Hal ini akan memaksa kita melihat persoalan dari luar dan dari dalam secara lebih objektif. Kemungkinan besar masalah Anda sudah pernah diselesaikan orang lain apa yang pernah mereka lakukan dan bagaimana sebaiknya buat kita?
Kedua: Periksa kebenaran semua asumsi Anda. Kita mengambil keputusan dengan asumsi kita. Sudahkah asumsi itu kita cek kebenarannya? Apa yang harus benar supaya pilihan kita menjadi baik? Sudahkah Anda cek kemungkinan seandainya kita total salah dengan asumsi kita? Ketika Anda superyakin warung Anda akan laris, sudahkah Anda coba memasak untuk klien, cek apakah mereka suka, dan bersedia beli nantinya? Apakah Anda tahu berapa persen kemungkinan warung ini gagal? Detail bisnis baru Anda, sudahkah Anda pelajari dari bisnis lain sejenis yang Anda kenal?
Kalau kita mau tur ke Vietnam, kita riset benar di Internat, hotel, tempat wisata, cuaca, biaya, dan seterusnya. Namun, ketika Anda mau kerja di satu perusahaan, sudahkah Anda cek benar, apakah orang-orang betah bekerja di sana? Apa yang membuat orang keluar dari pekerjaan itu? Atau, ketika kita mau buka bisnis baru, sudahkah Anda survei dan wawancara pebisnis sejenis yang ada, apakah penyebab kemungkinan gagal terbesarnya?
Sering kita lebih berhati-hati kalau mau tur daripada ketika mempertaruhkan masa depan kita, yang seharusnya lebih penting. Kita memilih calon suami dengan intuisi saja, tidak benar-benar melakukan riset yang baik. Kita masuk kerja di sebuah pekerjaan dengan feeling saja, bukankah seharusnya kita lebih tajam memilah dan memilih keputusan kita?
Pada 1975, Richard Burton akan menikah untuk ketiga kalinya, dengan Elizabeth Taylor yang akan menikah untuk keenam kalinya. Keduanya yakin ini adalah pernikahan terakhir mereka, ternyata hanya bertahan 10 bulan. Emosi dan data fakta tetap saja membuat kita mengambil kesimpulan yang sering salah.
Ketiga: Hindari emosi saat kita mengambil keputusan. Emosi membuat orang mengambil keputusan sesaat yang akan disesali sepanjang masa. Maka, jauhkan diri kita dari emosi ketika mengambil keputusan besar. Pikirkan 10/10/10 Dalam 10 menit lagi akankah kita menyesal dalam 10 bulan lagi akankah kita tetap mengambil keputusan ini dalam 10 tahun, masihkah ini merupakan pilihan terbaik saya?
Ketika kita memberikan nasihat kepada teman, kita lebih bijaksana. Cobalah berpikir apa yang akan saya sarankan kepada teman baik saya dalam keadaan begini? Karena, ketika kita memikirkan diri kita sendiri, terlalu banyak emosi yang terlibat. Memberikan jeda jarak pada diri kita dengan keputusan kita akan menghasilkan keputusan yang lebih objektif.
Keempat: Bersiaplah untuk salah. Anda akan membuka restoran, kalau Anda sukses besar, setahun lagi kira-kira keadaan Anda bagaimana? Kalau Anda gagal total, apa yang akan terjadi? Ketika kita mulai memikirkan kemungkinan gagal dan kemungkinan sukses kita, maka kita menjadi lebih realistis dan lebih benar dalam memprediksi masa depan kita. Biasanya jawabnya ada di antara kedua jawaban itu.
Ciptakan tripwire, pemantik, yang memberikan sinyal kalau mencapai titik sesuatu. Ketika istri Anda ingin membuat kerajinan tangan untuk dijual, katakan: Dalam setahun, kalau ternyata penjualanmu sebulan tidak bisa mencapai sejuta rupiah, kamu kembali kerja saja ikut perusahaan dan tidak lagi mengerjakan kerajinan tangan ya? Ini merupakan sebuah titik target yang jadi indikator terus atau tidaknya hal itu.
Zappos menawarkan US$ 1.000 untuk semua karyawan yang selesai pelatihan kalau mereka mau keluar dari perusahaan. Bila orang ini mau, berarti memang orang ini bukan orang yang cocok kerja di Zappos. US$ 1.000 inilah tripwire yang diperlukan untuk memberikan tanda. Dalam pencarian ide juga sama: Kalau dalam seminggu ini tidak ada nama lain yang lebih cocok, produk baru kita ini akan kita beri nama Yellow Banana. Sebuah keputusan.
Keempat fase tersebut – disingkat menjadi WRAP Widen your option Reality check your assumption Attain distance before deciding dan Prepare to be wrong – memberikan kejernihan yang lebih baik sebelum mengambil sebuah keputusan penting yang besar. Dan bilamana kita yakin telah melakukan dengan sebaik-baiknya keempat fase ini, kita boleh tidur dengan nyeyak, bagaimanapun hasilnya, Anda telah melakukan yang terbaik yang bisa Anda lakukan.
Chip Dan Heath, yang telah sukses besar dengan dua buku sebelumnya, mencoba memberikan formula dan contoh tentang cara paling benar menyusun keputusan kita. Buku sebelumnya, Made to Stick, merupakah salah satu buku kesukaan saya, yang mengajarkan bagaimana kita membuat hal yang kita jelaskan bisa melekat di otak orang. Buku kedua, Switch, tentang bagaimana menggerakkan perubahan dalam diri kita, organisasi kita dan bisnis kita.
Buku Decisive ini enak dibaca, penuh dengan contoh nyata yang menarik dan praktis. Pada setiap akhir bab, ada ringkasan satu halaman yang berguna untuk mengingatkan hal penting bab itu kepada setiap pembaca. Sebuah buku yang seharusnya diajarkan di kampus sebagai pelajaran tentang bagaimana cara terbaik mengambil keputusan.
Tanadi Santoso, wirausaha, pembicara publik dan corporate trainer.
Tanadi Santoso, wirausaha, pembicara publik dan corporate trainer.
www.tanadisantoso.com www.facebook.com/tanadisantoso @tanadisantoso
No comments:
Post a Comment